Sabtu, 24 Desember 2011

Cerpen ChemistryQ (BERYL KULIT JERUK)


Beryl Kulit Jeruk
            Hari Selasa dan Kamis adalah hari yang menyebalkan bagi Beryl. Siswi kelas X SMA Negri itu selama satu semester ini merasa phobia dengan salah satu mata pelajaran yang ada pada 2 hari itu. Memang aneh sekali yang dilakukan gadis cantik ini, membenci pelajaran Kimia hanya karena hal yang kurang masuk akal seperti gurunya yang cantik yang ia rasa akan menyaingi kecantikannya. Beryl juga benci Kimia karena saat pelajaran ini ia sering mengalami kesialan-kesialan. Sebenarnya kesialannya itu disebabkan karena kecerobohannya sendiri. Beryl pernah terkena garam Inggris sehingga tangannya gatal-gatal. Ia juga pernah  menjatuhkan thermometer sampai pecah dan harus menggantinya. Bukan cuma itu saja, Beryl juga pernah tak sengaja merusak satu pack kertas lakmus biru dengan merendamnya di dalam baskom bekas air praktikum. Yang paling parah adalah nilai Beryl yang selalu jelek pada pelajaran ini, bahka saat tes semester, nilainya tuntas dengan remidi. Anehnya, ayah Beryl adalah seorang dosen Kimia di sebuah universitas swasta. Maka dari itu, ayah Beryl menamainya Beryl Alkaeda Curie, sebagai bukti kecintaannya pada Kimia. Beryl yang harusnya bangga dengan nama itu malah sebaliknya, makin benci dengan Kimia. Dia berfikir kalau Kimia itu hanya merusak dan merugikan bahkan membahayakan manusia dan alam semseta.
            Bel pelajaran ke-dua berbunyi. Hal ini adalah hal yang paling dikhawatirkan Beryl. Tentu saja, pelajaran ke-dua di hari selasa adalah pelajaran Kimia. Hati Beryl mulai merasa enggan, malas dengan pelajaran yang membahas ikatan atom dan rantai karbon yang sampai sekarang tak pernah ia kuasai. Beryl bahkan kali ini berniat untuk membolos, hanya untuk pelajaran ini saja.
            “Ke kantin aja yuk,” ajak Beryl pada Yustina sahabatnya yang duduk satu meja.
            “Aku takut kalau nanti malah dapet poin pelanggaran Ryl,” jawab Yustina.
            “Alah paling juga poinnya dua, bolos kimia 10 kalipun tidak akan dikeluarkan dari sekolah ini. Ngapain takut?” kata Beryl tak takut dengan poin pelanggaran yang dikatakan sahabatnya.
            Belum juga sempat pergi ke kantin, Bu Fina guru Kimia yang juga wali kelasnya masuk bersama seorang siswa yang masih asing bagi Beryl dan teman-temannya. Siswa itu adalah siswa baru, pindahan dari SMA faforit di kotanya. Wajah anak laki-laki yang lumayan tampan dan penampilannya yang keren itu mengurungkan niat Beryl untuk absen dari pelajaran Kimia Bu Fina.
            “Anak-anak, kenalkan ini teman baru kalian, namanya Helios. Dia adalah pindahan dari SMA 13 Jakarta. Dia pindah kesini karena ikut orang tuanya yang ditugaskan di sini. Untuk lebih jelasnya, silahkan kalian tanya-tanya sendiri pada Helios,” kata Bu Fina, memperkenalkan Helios di depan kelas.
            Anak-anak ramai bertanya satu persatu, menjawab rasa penasaran mereka tentang cowok keren yang baru kali ini mereka temui. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan teman-teman Beryl, terutama teman cewek, diantaranya menanyakan alamat, hobi, makanan faforit, ataupun menanyakan keluarga Helios. Tak mau ketinggalan, Beryl juga hendak menanyakan sesuatu pada cowok yang dianggapnya benar-benar keren dan memunculkan perasaan kagum yang luar biasa. Entah apa namanya perasaan ini, namun ia sudah merasa kagum sejak pertama melihat cowok berwajah mirip Korea yang sedang digandrungi kaum hawa saat ini. Apa perasaan ini yang dinamakan chemistry, seperti ada getaran-getaran yang bisa dibilang seperti partikel-partikel atom yang menyebar ke dada Beryl.
            “Apa kamu sudah punya pacar?” Tanya Beryl dengan lugunya sehingga membuat semua teman-temannya tertawa.
            “Belum,” jawab Helios dengan suara yang tidak PD, mungkin karena masih asing dengan kondisi kelas yang baru ia masuki atau mungkin karena pertanyaannya yang terdengar aneh.
            Bu Fina menghentikan perkenalan ini karena dirasa sudah cukup dan sekarang waktunya belajar Kimia. Helios duduk di bangku kosong, tepat di depan Beryl. Kondisi ini membuat Beryl senang dan kembali punya perasaan-perasaan aneh di dalam hatinya. Ternyata Beryl jatuh cinta pada pandangan pertama.
            “Ayo anak-anak, sekarang buka buku kalian halaman 15. Kita akan belajar latihan soal. Silahkan kerjakan nomor 1 sampai nomor 15,” perintah Bu Fina. Sesuatu yang asyik bagi teman-teman Beryl yang menyukai pelajaran Kimia tapi tidak bagi Beryl yang bencinya setengah mati sama yang namanya Kimia. Tapi, karena ada cowok keren yang benar-benar ia kagumi, ia jadi betah di kelas, bukan mengerjakan Kimia tapi hanya bengong, melamun, membayangkan jika cowok keren itu menyatakan cinta padanya.
            “Ryl, udah selesai belum? tanya Yustina yang dari tadi memperhatikan Beryl yang sedang melamun.
            Beryl tak menghiraukan pertanyaan sahabatnya. Ia masih saja melamun dan satu nomorpun belum ada yang ia kerjakan. Karena terlalu dalam memikirkan Helios, ia bahkan tak sadar kalau Bu Fina berdiri tepat di sampingnya dan memperhatikannya. Melihat Beryl yang sepertinya sedikitpun tak merespon perintah, Bu Fina hendak menghukumnya.
            “Beryl, ayo maju! kerjakan nomor 1 sampai nomor 5 di papan tulis. Sekarang!” perintah Bu Fina, menyadarkan lamunan Beryl.
            “Sekarang Bu? aduh, banyak banget sih Bu? satu saja ya Bu,” tawar Beryl.
            “Tidak ada alasan, kerjakan sekarang dan jangan duduk sampai 5 soal itu kamu kerjakan,” kata Bu Fina, sedikit mengancam.
            Beryl tak banyak tanya lagi. Iapun membawa bukunya dan langsung maju ke depan kelas. Namun, ia tak tahu apa yang harus dilakukannya, otaknya kosong, tak ada bayangan sama sekali bagaimana cara mengerjakan soal itu. Jangankan 5 nomor, 1 nomorpun Beryl tak mungkin bisa mengerjakan. Dia mulai resah dan malu, apalagi di hadapan Helios. Dia takut kalau Helios jadi illfeel setelah melihatnya yang hanya seperti tong kosong berbunyi nyaring, banyak bicara tapi tak tahu apa-apa.
            Tiga puluh menit sudah lewat, tapi Beryl masih saja tak tahu apa yang harus dilakukan agar bisa menyelesaikan soal itu dan kembali duduk di kursinya. Ia ingin segera mengakhiri ini semua, tak ingin terlalu lama menanggung malu dengan berdiri di depan papan tulis tanpa mampu melakukan apa-apa. Beryl sangat cemas, apalagi Bu Fina dari tadi menyindirnya sampai bawa-bawa nama orang tua segala.
            “Ada yang kasihan pada Beryl?” tanya Bu Fina. Semua anak diam saja, mungkin takut sama Bu Fina atau mereka juga belum menyelesaikan soal-soal itu. “Kalau ada yang kasihan, sini maju dan kerjakan soalnya sambil menjelaskannya pada Beryl. Kalau tidak ada yang menolong Beryl sampai pelajaran ini selesai, Beryl tetap berdiri di depan kelas.”
            Beryl terlihat makin cemas. Syukurlah, Helios maju ke depan kelas dan hal itu membuat teman-teman sekelas bertepuk tangan sambil bersorak-sorai. Helios dengan mudahnya mengerjakan lima soal itu. Setelah selesai, iapun menjelaskan pada Beryl dan teman-teman yang lain tentang cara mengerjakan soal-soal itu. Akhirnya Beryl terselamatkan. Iapun bisa kembali duduk di kursinya. Ia merasa malu sekaligus senang dan kagum. Ia malu karena mengingat kebodohannya sampai-sampai soal segampang itu tak mampu ia selesaikan. Walaupun begitu, ia senang karena Helios mau menolongnya serta mengajarinya cara mengerjakan soal-soal yang bagi dia sama sekali tak ada gambaran penyelesaiannya. Ia juga kagum karena Helios ternyata sangat pandai, tak salah ia menyukainya.
            Pelajaran hari ini usai, Beryl pulang dengan hati yang tak karu-karuan. Sebenarnya sebelum ada Helios dia sudah terbiasa mengalami hal-hal semacam kejadian hari ini. Tapi, hari ini rasanya beda banget. Beryl yang dulu merasa biasa saja saat harus berdiri di depan kelas karena tak mampu mengerjakan soal, hari ini merasa malu yang tak tanggung-tanggung, malunya bukan kepalang. Ia malu sekali karena terlihat begitu bodoh di hadapan cowok yang menjadi pujaan hatinya.
            Keluar dari kelasnya, Beryl bertekad akan belajar agar dia menjadi pintar, terutama pintar di hadapan Helios, kalau perlu ia akan menyaingi Helios. Beryl akan mencoba menyukai dan mengagumi Kimia, seperti ia menyukai dan mengagumi Helios. Sesampainya di rumah, Beryl langsung membuka buku Kimianya, tak tanggung-tanggung ia membacanya dari halaman pertama, agar ia benar-benar faham dan menemukan konsep awal pelajaran Kimia sehingga memudahkannya memahami materi berikutnya. Beryl juga tak biasanya bertanya pada ayahnya sampai-sampai ayahnya heran dengan perubahan perilaku anak bungsunya itu.
            Jeri payah Beryl ternyata lumayan berhasil. Sekarang ia mulai bisa mengerjakan soal-soal Kimia di bukunya walaupun tak selalu benar. Bukan hanya bukunya yang ia baca, tapi juga buku-buku milik ayahnya yang ada di perpus rumahnyapun sering ia buka-buka saat ia tak mampu menemukan jawaban dari soal-soal yang ada di bukunya. Beryl mulai menggemari Kimia, walaupun tetap saja dia belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Helios.
            Sudah seminggu Beryl diam-diam belajar Kimia. Hari ini hari Selasa, ia kembali berhadapan dengan pelajaran yang dulu begitu ia benci. Sekarang ia tak lagi ingin kabur ataupun bolos saat bel pelajaran ke-dua berbunyi. Bukan cuma pelajaran Kimia, tapi semua pelajaranpun ia mulai pelajari dan sukai semenjak ada Helios. Ia mulai bersemangat untuk belajar karena tak ingin terlihat bodoh di hadapan pujaan hatinya.
            Bu Fina memasuki kelas. Tak seperti biasanya, Beryl terlihat senang karena nanti ia ingin sekali maju ke depan kelas, mengerjakan PR yang diberikan Bu Fina di hari Kamis minggu lalu. Ia sudah yakin bahwa hari ini ia tak akan mungkin mengulangi kesalahan-kesalahan seperti yang ia lakukan minggu-minggu sebelumnya.
            “Anak-anak, Saya akan mengumumkan bahwa akan ada loma Karya Tulis Ilmiah bidang IPA, 3 minggu lagi. Saya menunjuk Helios untuk ikut dalam lomba ini. Bgaimana Helios, bersedia kan?” Tanya Bu Fina.
            “Insya Alloh Bu,” jawab Helios mantap dan membuat teman-temannya bersorak-sorai.
            “Untuk Helios, setiap sore  selepas pelajaran sekolah kita akan ada latihan membuat karya tulis. Nanti jangan lupa datang ya. Saya juga sudah memilih siswa yang lain, yaitu Yunita anak kelas XI IPA 2. Peserta minimal 2 orang dalam satu tim dan maksimal 4 orang. Tapi Saya memilih dua orang saja karena Saya percaya pada dua siswa tersebut dan sepertinya lebih efektif, insya Alloh bisa membawa nama baik sekolah ini di tingkat kabupaten, provinsi, bahkan sampai tingkat nasional,” kata Bu Fina yang kemudian diamini oleh semua siswa.
            Beryl mulai cemas dan iri, kenapa Helios harus dipasangkan dengan Yunita, kakak kelasnya yang imut-imut itu. Tentu saja, lebih dari tiga minggu Helios akan berduaan dengan Yunita di sekolah, belajar bersama Bu Fina. Beryl tak ingin kebersamaan Helios dan Yunita nantinya tak sengaja menumbuhkan benih-benih cinta di antara mereka dan sebelum hal itu terjadi, Beryl harus mencegahnya.
            “Saya boleh ikut lomba Bu?” tanya Beryl yang membuat Bu Fina maupun teman-teman sekelasnya tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar dan menganggapnya bercanda. Bu Fina terdiam, mungkin bingung mau berkata apa, tak mungkin mengijinkan seorang siswa yang tak tahu menahu tentang IPA terutama Kimia dalam perlombaan yang membawa nama baik sekolah. Tapi, tak mungkin juga menolak siswanya yang sudah begitu berani mendaftarkan diri untuk mengikuti lomba.
            “Baiklah anak-anak, sekarang kita lanjutkan pelajarannya” kata Bu Fina, tak ingin terlalu serius menanggapi.
            “Bu saya mau ikut lomba, boleh atau tidak?” Beryl mengulangi pertanyaannya lagi.
            “Ikut lomba apa Beryl? lomba Karya Tulis Ilmiah maksudnya? apa kamu bercanda?” Bu Fina lagi-lagi tak menanggapi pertanyaan Beryl dengan serius.
            “Iya Bu, kan lombanya memang hanya ada satu, karya tulis kan?” kata Beryl.
            “Kamu boleh ikut, asalkan besok bisa membuat rencana Karya Tulis yang akan kamu buat nantinya untuk dilombakan. Silahkan serahkan outlinenya besok pada saya, paling lambat sebelum pulang sekolah,” Bu Fina memberi tantangan.
            “Ok Bu, saya coba,” Beryl menyanggupi walaupun belum ada gambaran sama sekali tentang apa yang hendak ia tulis untuk karya tulisnya. Kalau sampai ia gagal menyerahkan outlinenya besok siang, tentu ia sama saja dengan mempermalukan diri sendiri, bukan hanya di hadapan teman-temannya, tapi juga di hadapan Helios.
            Sepulang sekolah, Beryl langsung membaca-baca buku IPAnya, terutama buku Kimia. Tak tanggung-tanggung, ia juga mengobrak-abrik perpus, untuk mencari bahan dan inspirasi yang bisa dipakai untuk membuat karya tulis. Semua buku yang berbau karya tulis ia baca dan pahami. Sebenarnya, ia menemui banyak sekali contoh karya tulis tapi ia bingung mau bagimana.
            “Karya Tulis Ilmiah itu bagusnya yang belum pernah dilakukan oleh orang lain, kalau sudah pernah, untuk apa diteliti lagi,” kata Pak Hidro, ayah Beryl.
            “Ya Ayah, yang sudah diteliti aja bikin pusing, apalagi yang belum. Gimana donk Yah, beri solusi, jangan hanya menyalahkan. Ayo buktikan kalau Ayah Beryl itu seorang yang hebat dalam hal Kimia,” kata Beryl.
            “Ayo buktikan, anak ayah itu anak yang hebat, yang bisa bertanggungjawab dengan apa yang sudah menjadi komitmen,” Pak Hidro malah balik menantang Beryl.
            “Ayah sama payahnya kayak Bu Fina. Baiklah, Beryl akan buktikan kalau Beryl bisa,” jawab Beryl.
            “Itu baru anak ayah,” kata pak Hidro.
            Beryl mencari-cari bahan yang bisa ia jadikan karya tulis. Sampai larut malam dengan ditemani ayahnya, Beryl masih saja memikirkan outline yang harus diserahkannya pada Bu Fina besok siang sebagai wujud tanggungjawabnya terhadap ucapannya. Hampir jam sebelas namun Beryl belum juga mendapatkan yang ia cari sampai-sampai ayahnya menyuruhnya menyudahi misi ini, menyuruh Beryl segera beristirahat namun Beryl masih enggan.
Ayah Beryl sebenarnya kasihan melihat Beryl yang sepertinya terlihat begilu lelah, tapi bukan Beryl namanya kalau tidak keras kepala. Agar daya tahan tubuh Beryl tetap fit, ayah Beryl membawakan buah jeruk segar dari kulkas. Memang buah jeruk itu buah kesukaan Beryl. Rasa buahnya yang tidak terlalu manis dan ada unsur asamnya itulah buah yang paling digemari Beryl. Langsung saja Beryl menyantapnya, mencoba memperbaiki mood dengan aroma jeruk yang menyegarkan. Saking capeknya, Beryl bermain-main dengan kulit jeruk itu, meremas-remas kulit jeruk hingga mengeluarkan aroma yang menyengat serta air yang jika terkena mata akan terasa pedih.
“Beryl, jangan serang Ayah dengan kulit jeruk donk. Mata Ayah pedih, itu kan asam,” kata ayah Beryl, malah membuat Beryl jadi tertawa, senang mengerjai ayahnya.
            “Asam apaan, asam kan kalau belum mandi kayak Ayah,” ledek Beryl.
            “Huh, senang ya yang sudah manis kayak nama Beryl. Yang asam itu, bisanya cuma jadi elektrolit saja. Perlu berterimakasih sama ayah yang sudah menamaimu semanis itu,” kata ayah Beryl.
            “Elektrolit itu bukannya yang bisa jadi sumber listrik searah Yah?” tanya Beryl.
            “Tepat sekali, tumben anak ayah cerdas,” kata ayah Beryl.
            “Beryl dapat ide! Bagimana kalau kulit jeruk itu kita buat energy listrik searah, misalnya pengganti elektrolit batu batre atau elemen kering. Bisa kan Yah?” Tanya Beryl penuh semangat.
            “Wah, sepertinya idemu bagus juga. Tentu bisa, kulit jeruk itu asam, dan semua yang asam itu bersifat elektrolit. Jadi kemungkinan bisa. karena idemu bagus, sekarang kita istirahat dulu, nanti jam 3 kita bangun dan menyelesaikan misi kita. Tenang saja, ayah dan internet akan membantumu,” kata ayah Beryl.
            Jam tiga persis, saat alarm HP Beryl berdering, Beryl langsung bangun tanpa malas sedikitpun. Ia membangunkan ayah dan ibunya untuk shalat tahajud sebentar. Kemudian, mereka bertiga membuat outline tentang penelitian menggunakan kulit jeruk sebagai batu batre. Bu Naely, ibu Beryl membantu mencari tahu kandungan apa saja yang ada pada kulit jeruk, sementara ayah Beryl mencoba mempraktikan pembuatan batu batre dengan elemen kulit jeruk. Sementara itu, Beryl mencatat tahap-tahap penelitiannya, memang hnaya outline saja. Syukurlah, sesuai dengan harapan Beryl, batu batre yang berisi kulit jeruk yang dihaluskan itu bisa digunakan untuk menghidupkan jam dinding.
            Di sekolah, Beryl dengan penuh rasa percaya dirinya menyerahkan outline yang telah ia janjikan kemarin pada Bu Fina. Sepertinya Bu Fina tak terlalu percaya bahwa Beryl mampu melakukan sesuatu yang baik, makanya outline yang Beryl buat tak sedikitpun ia baca. Baru ketika Beryl memaksanya membaca, ia kemudian membacanya dan langsung takjub dengan isi outline yang Beryl buat. Anehnya, Bu Fina mengijinkan Beryl mengikuti lomba Karya Tulis Ilmiah dan yang akan dilombakan adalah karya Beryl, kulit jeruk sebagai batu batre.
            Beryl senang karena ia berkesempatan lebih dekat dengan Helios sepulang sekolah karena mereka harus menyiapkan segala sesuatunya untuk lomba. Beryl akan berusaha menunjukan bahwa ia mampu menjadi yang terbaik dalam lomba kelak. Beryl sangat bersemangat dan begitu serius dengan karya tulisnya.
            Waktu yang ditunggu-tunggu tiba, hari ini Beryl, Helios, dan Yunita mengikuti lomba tingkat kabupaten. Dengan penuh percaya diri Beryl mempresentasikan Karya Tulis Ilmiahnya di hadapan para juri. Sebagai penguatan Helios dan Yunita memperlihatkan karya mereka di hadapan juri. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dewan juri pada mereka, namun dengan tegas mereka menjawab sepengetahuan mereka dan sepertinya juri sangat puas dan terkesima dengan jawaban mereka. Juara I berhasil mereka dapat dan ini sangat membuat Beryl senang.
            Karena berhasil merebut juara pertama, Beryl dan kedua temannya harus mengikuti lomba tingkat provinsi. Sama seperti saat di kabupaten, dewan juri tingkat Provinsi juga menyatakan Batre Kulit Jeruk sebagai juaranya dan tentunya Beryl dan kedua temannya harus melangkah ke tingkat nasional, bulan depan. Suatu perstasi yang luar biasa dan patut dibanggakan.
            Beryl kembali ke sekolah dengan perasaan senang dan bangga. Teman-temannya memujinya, begitu juga guru-gurunya. Tapi, yang lebih senang lagi adalah menjadi Beryl yang mencintai Kimia dan tak lagi menganggap bahwa Kimia itu berbahaya dan memberikan kesialan. Benar-benar chemistry yang muncul saat ia bertemu Helios mampu mengubahnya menjadi gadis yang penuh semangat serta inovatif.
            “Apakah kamu percaya pada chemistry?” Tanya Beryl pada Helios saat istirahat di kelasnya.
            “Chemistry apa maksudnya?” Tanya Helios bingung. Beryl yang ditanya balik malah hanya tersenyum, karena yang ia maksud adalah getaran-getaran di hatinya yang mampu mengubah ion negative menjadi positif, seperti yang dialami Beryl saat ini. Lama sekali Beryl tidak menjawab pertanyaan Helios karena ia hanya tertawa dan tersenyum senang.
            “Chemistry our life! Chemistry our future! Yeah…,” teriak Beryl. Helios tersenyum melihat Beryl. Walaupun ia tak tahu dengan apa yang dimaksudkan dan dirasakan Beryl, tapi Beryl yakin suatu saat chemistry itu juga akan dirasakan Helios, entah kapan waktunya akan tiba, tapi Beryl begitu yakin masa itu akan datang dan ia akan selalu membuat chemistry itu semakin indah satu tahun lagi, dua tahun, tiga tahun, bahkan seratus tahun sekalipun jika masih mungkin.
            “Bagimana? masih benci Kimia? masih sering sial gara-gara Kimia?” tanya Yustina.
            “Kimia? hmmm, I do love it,” kata Beryl, menunjukan kecintaannya pada Kimia.